Ndikkar Karo Adalah seni Bela diri Milik suku karo yang diajarkan dan dikembangkan hingga kini. Diasuh oleh Perguruan Pencak Silat Teratai Suci Indonesia

Translate

Selasa, 12 Juni 2012

PRASETYA PESILAT

PENJELASAN TENTANG
“PRASETYA PESILAT INDONESIA” 

PENDAHULUAN
“Prasetya Pesilat Indonesia”, yang terdiri dari 7 butir prasetya sebagai satu kesatuan, adalah kode etik korsa (corps) Pesilat Indonesia sebagai warga negara, pejuang dan kesatria dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya. Prasetya sebagai warga negara tertera dalam butir prasetya yang pertama dan kedua, sebagai pejuang dalam butir prasetya yang ketiga, keempat dan kelima, dan sebagai kesatria dalam butir prasetya yang keenam dan ketujuh. Rumusan “Prasetya Pesilat Indonesia” selengkapnya dan seutuhnya adalah sebagai berikut:

1. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur.
2. Kami Pesilat Indonesia adalah warga negara yang membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
3. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang cinta Bangsa dan Tanah Air Indonesia.
4. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan dan 
persatuan Bangsa.
5. Kami Pesilat Indonesia adalah pejuang yang senantiasa mengejar kemajuan dan berkepribadian Indonesia.
6. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang senantiasa menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan.
7. Kami Pesilat Indonesia adalah kesatria yang tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan.
PENJELASAN UMUM
Dalam penjelasan ini, arti prasetya, yang artinya sama dengan ikrar, adalah pernyataan janji kepada diri sendiri untuk memenuhi serangkaian kewajiban. Arti Pesilat Indonesia adalah manusia Indonesia yang cinta, setia, berbakti dan mengabdikan dirinya pada Pencak Silat, menjadikan Pencak Silat sebagai kebanggaan dirinya dan sebagai sarana untuk membangun pribadinya, baik rohaniah maupun jasmaniah.
Arti kode etik adalah rumusan singkat-padat dari serangkaian kewajiban-kewajiban luhur. Arti korsa adalah kelompok manusia yang senasib, seperjuangan dan setujuan serta berkeinginan untuk selalu bersatu dan berada dalam satu kesatuan yang solid berlandaskan semangat persaudaraan dan kekeluargaan. Arti kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia adalah kehidupan kelompok besar manusia yang dilandasi keinginan untuk berada dalam kebersamaan (Ernest Renant : le desire d’etre ensemble) di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)) yang berwilayah dari Sabang sampai ke Marauke.
Arti warga negara adalah manusia sebagai unsur terkecil negara yang wajib memberikan kontribusi positif secara maksimal dalam upaya untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Arti pejuang adalah manusia yang pantang menyerah dan pantang mundur serta mengobsesikan kesuksesan dalam upaya untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Arti kesatria adalah manusia yang selalu konsisten, konsekuen dan bertanggungjawab dalam menampilkan sikap, perbuatan dan perilakunya terutama dalam rangka upaya untuk mencapai tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni memelihara kekokohan persatuan Bangsa Indonesia, menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, menegakkan nilai-nilai moral agama dan moral sosial di kalangan pemimpin dan warga Bangsa Indonesia, mempertahankan jatidiri dan kepribadian Indonesia di tataran global serta mewujudkan keamanan yang mantap dan kesejahteraan sosial yang adil dan merata untuk seluruh Bangsa Indonesia.
Prasetya Pesilat Indonesia
“Prasetya Pesilat Indonesia” merupakan esensi dari “Nilai-nilai Luhur Pencak Silat Indonesia”, yakni nilai-nilai luhur yang terkandung dalam dimensi kejiwaan dan dimensi kejasmanian Pencak Silat sebagai satu kesatuan, yang sejiwa dengan nilai-nilai luhur falsafah Pancasila. Dimensi kejiwaan Pencak Silat adalah ajaran budi pekerti luhur, sedangkan dimensi kejasmanian Pencak Silat adalah berbagai teknik Pencak Silat yang saling tergantung dan saling berhubungan satu sama lain beserta kiat-kiat (kecakapan) untuk mengkinerjakannya.
Substansi “Prasetya Pesilat Indonesia” pada dasarnya adalah kewajiban-kewajiban mulia penting yang terpilih dari ajaran budi pekerti luhur yang wajib dihayati dan diamalkan serta ditegakkan oleh Pesilat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegaranya sebagai warga negara, pejuang dan kesatria.
Penghayatan substansi tersebut dilakukan dengan pembacaan, penghafalan dan pengucapan secara kontinyu dan konstan, khususnya dalam acara-acara penting yang diadakan dan dihadiri oleh Pesilat-Pesilat Indonesia. Penghayatan dengan cara seperti itu bertujuan untuk menamkan semangat “Prasetya Pesilat Indonesia” serta membangun jiwa kebangsaan dan ahlak (nation and character building) dan sekaligus juga untuk memperkokoh jiwa korsa (l’esprit de corps) Pesilat Indonesia.

Ajaran budi pekerti luhur adalah generalisasi (generalization) dan nama umum (general name) dari ajaran moral masyarakat lokal dan etnis di Indonesia yang cukup banyak jumlah dan ragamnya. Walaupun beragam, ajaran-ajaran moral itu mempunyai inti yang sama, yakni pandangan hidup dan wejangan arif-bijaksana kepada manusia dalam kaitan dengan pengolahan dan pembinaan budi pekertinya.

Menurut ajaran budi pekerti luhur, manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Karena manusia berasal dari Tuhan, maka status manusia adalah mulia (insan kamil). Agar manusia dengan kemuliaannya itu dapat diterima oleh Tuhan dengan sebaik-baiknya apabila pada waktunya nanti ia kembali atau pulang kepada Tuhan (berpulang ke Rahmatullah), maka selama hidupnya maupun dalam kehidupan dan perjalanan hidupnya ia wajib beriman teguh dan bertaqwa kepada Tuhan, yakni percaya dan berserah diri sepenuh-penuhnya kepada Tuhan serta melaksanakan ajaran-ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen.
Niat (nawaitu) dan amalan-amalan hidupnya semata-mata karena Tuhan dan tujuan hidupnya adalah untuk mendapatkan ridho Tuhan. Manifestasi kejiwaan dalam wujud moral individual dari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan itu adalah budi pekerti luhur. Dengan demikian, ajaran budi pekerti luhur adalah ajaran yang ber-Ketuhanan (religius).

Budi adalah dimensi kejiwaan dinamis manusia yang berunsur karsa, rasa dan cipta. Makna kata-kata itu adalah aktivitas kehendak, perasaan dan penalaran (willing, sensing and reasoning). Pekerti adalah ahlak (character). Luhur adalah mulia atau terpuji (nobel, high esteem). Dengan demikian, makna budi pekerti luhur adalah aktivitas kehendak, perasaan dan penalaran serta ahlak yang mulia berlandaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan.
Karsa menentukan keharusan dan larangan, rasa menentukan baik dan buruk, cipta menentukan benar dan salah. Karena itu, karsa berkaitan dengan mental-spiritual, rasa dengan emosi dan cipta dengan intelegensia (kecerdasan).

Ajaran budi pekerti luhur mewejang kepada manusia agar terus-menerus mengolah dan membina budi pekertinya secara optimal yang diarahkan pada perwujudan kearifan mental-spiritual (ahlak , moral), emotional dan intelegensial. Kearifan di sini berarti kemampuan memilah (membedakan) dan memilih (menentukan) secara benar dan tepat dalam kerangka usaha untuk mewujudkan suatu kemuliaan.
Pengolahan dan pembinaan karsa bahkan harus diarahkan pada perwujudan kemanunggalan karsa manusia dengan Karsa Tuhan serta memposisikan, memfungsikan dan memerankan karsa sebagai pemimpin, pengarah dan pengendali rasa, cipta dan ahlak. Dengan cara demikian, semua amalan manusia akan berlandaskan pada kearifan dan akan selaras dengan Karsa Tuhan, yang berarti akan mendapat ridho Tuhan dan akan menjadikan manusia bernilai mulia di hadapan Tuhan dan sesama manusia.
Dengan demikian, ajaran budi pekerti luhur merupakan pandangan hidup dan wejangan tentang kearifan. Karena terwariskan dan harus senantiasa dijunjung tinggi oleh warga bangsa Indonesia, ajaran budi pekerti luhur yang religius itu berstatus sebagai pandangan hidup dan kearifan tradisional bangsa Indonesia.

Menurut ajaran budi pekerti luhur yang berlandaskan pada Ketuhanan, manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan hidupnya mempunyai empat kedudukan mulia sebagai satu kesatuan. Yang pertama adalah kedudukan sebagai mahluk Tuhan, karena manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Tuhan adalah asal dan tujuan hidup semua mahluk (Jawa : sangkan paraning dumadi).
Yang kedua adalah kedudukan sebagai mahluk pribadi, karena setiap manusia mempunyai kepribadian (personality) tersendiri yang unik dan berbeda dengan manusia lain. Kepribadian merupakan karakteristik setiap manusia.
Yang ketiga adalah kedudukan sebagai mahluk sosial, karena di dunia ini manusia tidak hidup sendiri tetapi hidup dalam masyarakat bersama-sama dan berinteraksi dengan manusia lain. Yang keempat adalah kedudukan sebagai mahluk alam semesta. karena manusia hidup di suatu lingkungan hidup yang merupakan bagian integral dari alam semesta beserta isinya (ecology) yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia sebagai karunia-Nya.

Untuk masing-masing kedudukannya itu manusia mempunyai kewajiban mulia (noblesse oblige) yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya dan seoptimal mungkin. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk Tuhan, adalah beriman dan bertaqwa kepada Tuhan serta senantiasa menegakkan nilai-nilai Ketuhanan atau nilai-nilai agama. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk pribadi, adalah meluhurkan pribadinya dan senantiasa menegakkan nilai-nilai moral pribadi.
Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk sosial, adalah menegakkan perdamaian dan persahabatan serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan kultural. Kewajiban mulia manusia sebagai mahluk alam semesta, adalah mencintai dan mengamankan lingkungan hidupnya serta senantiasa menegakkan nilai-nilai natural-universal. Kewajiban-kewajiban itu saling terkait dan berhubungan satu sama lain.
Pemenuhannya diarahkan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapatkan ridho Tuhan. Dalam hubungan dengan status, posisi dan kewajiban manusia, ajaran budi pekerti luhur mengandung tujuh visi, wawasan atau sikap pandang yang bersifat normatif dan imperatif untuk diaplikasikan dan diwujudkan, yakni wawasan Ketuhanan, kemanusiaan, perdamaian dan persahabatan, ketahanan, pembangunan, kejuangan dan kekesatriaan. Berdasarkan pada wawasan-wawasan tersebut, setiap pengamalan manusia :

  1. Harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, 
  2. Harus tidak melanggar etika kemanusiaan yang adil dan beradab (hak asasi manusia), 
  3. Harus bersikap damai dan bersahabat dalam menghadapi siapa saja, 
  4. Harus dapat mewujudkan ketangguhan dan keuletan mental dan fisikal dalam menghadapi berbagai kendala dan permasalahan, 
  5. Harus dapat meningkatkan kualitas diri secara terus-menerus dalam rangka mengejar kemajuan, 
  6. Harus bersikap pantang menyerah dan terus maju dalam perjuangan untuk mewujudkan tujuan yang mulia dan 
  7. Harus senantiasa konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam menampilkan sikap, perbuatan, tindakan dan perilaku serta tahan-uji dalam menghadapi segala cobaan dan godaan.

Ajaran budi pekerti luhur merupakan ukuran normatif dan imperatif (normative and imperative measures) manusia dalam hidup, kehidupan dan perjalanan hidupnya sehari-hari. Ukuran ini mengharuskan manusia untuk memiliki daya, kesanggupan dan ketahanan pengendalian diri yang kuat, yang dengan itu ia wajib mengendalikan kepentingannya.
Mengendalikan diri bukan mengekang diri, tetapi menguasai, menempatkan, membawa, memfungsikan, memerankan dan mengarahkan diri dengan cara dan untuk tujuan yang mulia atas dasar kesadaran sendiri, rasa percaya diri dan niat yang mandiri. Dengan demikian, tujuan ajaran budi pekerti luhur adalah membentuk manusia yang mempunyai sifat taqwa, tanggap, tangguh, tanggon, trengginas.

Yang dimaksud dengan taqwa adalah beriman teguh kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan melaksanakan seluruh ajaran-Nya secara persisten, konsisten dan konsekuen, berbudi pekerti luhur, terus meningkatkan kualitas diri serta selalu menempatkan, memerankan dan memfungsikan dirinya sebagai warga masyarakat yang senantiasa mengendalikan diri, rendah hati dan berdedikasi (berpengabdian) sosial, berdasarkan rasa kebersamaan, rasa kerukunan, rasa perdamaian, rasa persahabatan, rasa kesetiakawanan, rasa kepedulian, rasa tanggungjawab sosial dan rasa tanggungjawab terhadap Tuhan.

Yang dimaksud dengan tanggap adalah peka, peduli, antisipatif, pro-aktif dan mempunyai kesiapan diri terhadap segala hal, termasuk perubahan dan perkembangan yang terjadi, berikut semua kecenderungan, tuntutan dan tantangan yang menyertainya, berdasarkan sikap berani mawas diri dan terus meningkatkan kualitas diri.

Yang dimaksud dengan tangguh adalah keuletan dan kesanggupan untuk mengembangkan kemampuan dalam menghadapi dan menjawab setiap tantangan serta mengatasi setiap persoalan, hambatan, gangguan dan ancaman maupun untuk mencapai sesuatu tujuan mulia, berdasarkan sikap pejuang sejati yang pantang menyerah.

Yang dimaksud dengan tanggon adalah mempunyai rasa harga diri dan kepribadian yang kuat, penuh perhitungan dalam bertindak, berdisiplin, selalu ingat dan waspada serta tahan-uji terhadap segala godaan dan cobaan, berdasarkan sikap mental yang teguh, konsisten dan konsekuen memegang prinsip.

Yang dimaksud dengan trengginas adalah enerjik, aktif, eksploratif, kreatif, inovatif, berpikir luas dan jauh ke masa depan, sanggup bekerja keras untuk mengejar kemajuan yang bermutu dan bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, berdasarkan sikap kesediaan untuk membangun diri sendiri dan sikap merasa bertanggungjawab atas pembangunan masyarakatnya serta dorongan dan semangat untuk terus maju dan bermutu.

Perlu dan pentingnya memelihara budi pekerti luhur sangat disadari oleh Bapak-bapak pendiri (the founding fathers) Negara Kesatuan Republik Indonesia yang arif dan bijaksana serta berwawasan luas dan jauh ke masa depan. Dalam penjelasan mengenai pokok pikiran ke-4 Pembukaan UUD 1945 para founding fathers itu menitipkan pesan-pesan yang isinya antara lain agar para penyelenggara negara memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur.
Menurut pandangan mereka, penyelenggara negara adalah pemimpin, pemuka, panutan dan pamong formal masyarakat (the ruling elite). Karena itu mereka wajib menjadi panutan dan teladan bagi masyarakat dalam memelihara budi pekerti luhur. Mereka harus menjadi pemimpin yang senantiasa memberi teladan dalam segala hal, terutama sekali dalam memelihara budi pekerti luhur.
Baik-buruknya budi pekerti masyarakat tergantung pada baik-buruknya budi pekerti para penyelenggara negara. Apabila para penyelenggara negara sebagai the ruling elite bersama seluruh warga masyarakat mampu memelihara budi pekerti luhur secara persisten, konsisten dan konsekuen, maka akan tercipta dan terpelihara suatu keadaan umum yang kondusif bagi terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur (masyarakat tata-tentrem kerta-raharja) yang penuh pengampunan Tuhan (baldatun toyyibatun wa robun ghafur).
PENJELASAN KHUSUS
Di bawah ini disampaikan penjelasan mengenai masing-masing butir Prasetya Pesilat Indonesia, dengan maksud agar Pesilat Indonesia dapat menghayatinya dengan baik dan benar serta mempunyai motivasi yang mantap dalam mengamalkannya secara persiten, konsisten dan konsekuen.
Butir pertama
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber bagi terbentuknya dan adanya budi pekerti luhur pada diri manusia. Manusia tidak akan pernah memiliki budi pekerti luhur apabila tidak bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Budi pekerti luhur adalah manifestasi kejiwaan dari sikap bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Butir kedua
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Pancasila adalah dasar Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. UUD 1945 telah mengalami amandemen 4 kali, tetapi Pembukaannya tetap dipertahankan dalam keadaan utuh. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan penjabaran dari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Di dalamnya tertera cita-cita nasional Rakyat Indonesia. Rumusan dari cita-cita nasional tersebut adalah :
  1. Memiliki Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (alinea kedua).
  2. Berkehidupan kebangsaan yang bebas (alinea ketiga).
  3. Memiliki Pemerintah yang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (bagian pertama alinea keempat).
  4. Memiliki susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia (bagian akhir alinea keempat).

Berdasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen, yang dimaksud dengan Negara Indonesia dan Negara Republik Indonesia dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Berdasarkan pokok-pokok pikiran yang melandasi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, NKRI adalah :
  1. Negara Persatuan yang melindungi dan meliputi segenap Bangsa Indonesia seluruhnya.
  2. Negara yang hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
  3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
  4. Negara yang berdasar atas Ketuhanan Yang maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai satu kesatuan merupakan Perjanjian Luhur Rakyat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita nasionalnya.

Menurut Prof. Dr. Mr. Drs. Notonegoro dalam bukunya “Pancasila Secara Ilmiah Populer”, Sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkhis dan satu sama lain mempunyai hubungan yang saling mengikat, sehingga Pancasila merupakan satu kesatuan keseluruhan yang bulat, dalam arti tiap-tiap Sila di dalamnya mengandung Sila-Sila lainnya dan dikualifikasi oleh Sila-Sila lainnya itu. Rumusan Sila-Sila Pancasila sebagai satu kesatuan keseluruhan dalam susunannya yang hierarkhis adalah sebagai berikut :

  1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa meliputi dan menjiwai Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
  2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa serta meliputi dan menjiwai Sila Persatuan Indonesia, Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
  3. Sila Persatuan Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab serta meliputi dan menjiwai Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
  4.  Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Sila Persatuan Indonesia serta meliputi dan menjiwai Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.
  5. Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia diliputi dan dijiwai oleh Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, Sila Persatuan Indonesia dan Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan  
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan aturan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Bangsa Indonesia di wilayah NKRI. Aturan dasar ini merupakan penjabaran dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 dapat diamandemen tetapi setiap hasil mandemen harus sejiwa dengan pokok-pokok pikiran dan cita-cita nasional Rakyat Indonesia yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi warganegara yang sanggup membela dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini pada dasarnya berarti kesanggupan untuk membela keberadaan, kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI serta mempertahankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 maupun mengamalkan dan menegakkan nilai-nilainya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Butir ketiga
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa Tanah Air (fatherland) Indonesia sangat luas wilayahnya. Ditinjau dari segi geografis, Indonesia terdiri dari 17.667 pulau besar dan kecil. Luas wilayah daratnya 735.000 mil2 dan terserak meliputi wilayah seluas 4.000.000 mil persegi. Untaian pulau-pulau ini membentang sepanjang 3.000 mil dan melebar sepanjang 1.000 mil. Dengan demikian, Indonesia merupakan negara yang wilayahnya paling terserak di dunia. Di wilayah Tanah Air Indonesia ini terdapat kekayaan alam yang berlimpah, baik di darat maupun di laut, serta keindahan alam yang mengagumkan.
Ditinjau dari segi etnis, agama, ras, bahasa, adat-istiadat, tradisi dan budaya, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan ini merupakan kenyataan sosiologis dan kultural yang telah berakar dalam sejarah masyarakat Indonesia. Di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnis dan 50 bahasa yang satu sama lain amat berbeda. Kemajemukan telah menjadi ciri Bangsa Indonesia yang paling khas. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling heterogen di dunia. Masing-masing kelompok etnis mewarisi peninggalan-peninggalan budaya yang penuh pesona dari leluhurnya.

Kekayaan alam yang berlimpah, keindahan alam yang mengagumkan dan peninggalan-peninggalan budaya yang mempesona, adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang wajib disyukuri. Rasa syukur itu harus diwujudkan dalam bentuk kecintaan setiap warga negara Indonesia kepada Bangsa dan Tanah Airnya.. Dalam kecintaan itu terkandung kemauan dan kemampuan untuk :

  1. Selalu membina dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa,
  2. Mempertahankan dan mengamankan Bangsa dan Tanah Air Indonesia dari berbagai ancaman apapun bentuknya dan dari manapun datangnya, dan
  3. Melestarikan kekayaan dan keindahan alam Indonesia maupun peninggalan-peninggalan budaya warisan leluhur bangsa Indonesia. 

Bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang yang tangguh dalam memperjuangkan, membela, menegakkan dan mengisi kemerdekaannya. Walaupun sifatnya heterogen (beragam) dalam suku, budaya, adat, dan agama, Bangsa Indonesia selalu berada dalam persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh, sesuai dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti walaupun beraneka ragam tetapi merupakan satu kesatuan.

Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang mencintai Bangsa dan Tanah Airnya. Hal ini berarti bahwa Pesilat Indonesia harus lebih menonjolkan dan mengutamakan dirinya sebagai warga Bangsa Indonesia daripada sebagai warga suku dan daerah asalnya. Suku dan daerah asal harus dipandang sebagai bagian integral dari Bangsa dan Tanah Air Indonesia.

Selain itu, Pesilat Indonesia juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif dalam upaya mempertahankan serta mengamankan Bangsa dan Tanah Airnya dari berbagai ancaman dari manapun datangnya dan apapun bentuknya maupun dalam upaya melestarikan kekayaan dan keindahan alamnya serta peninggalan-peninggalan budaya leluhurnya.

Butir keempat
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa kemajemukan bangsa Indonesia dapat merupakan kekayaan yang penuh manfaat konstruktif tetapi dapat juga menjadi sumber persoalan yang distruktif. Keterserakan wilayah Tanah Air Indonesia juga telah mempersulit kesatuan dan integrasi sosial maupun nasional.
Kemajemukan bangsa dan keterserakan wilayah yang sedemikian itu menuntut adanya keinginan dari unsur-unsur bangsa Indonesia untuk selalu bersatu (Ernest Renant : le desire d’etre ensemble) disertai kemauan dan kemampuan untuk bertoleransi terhadap hak, kepentingan, pendapat dan keyakinan pihak lain. Kemajemukan memerlukan mekanisme sosial dan kultural untuk mengatur perbedaan-perbedaan serta perwujudan kepentingan dan hak setiap orang dan kelompok. Kemajemukan mensyaratkan ketertiban, disiplin dan kerukunan.
Dalam kaitan itu, membina dan melihara kesatuan dan keutuhan bangsa dan wilayah Tanah Air Indonesia merupakan hal yang sangat penting. Hal tersebut berarti bahwa kepentingan bangsa dan Tanah Air Indonesia lebih penting daripada kepentingan suku dan daerah. Segala macam bentuk etnosentrisme, daerahisme, promordialisme dan sektarianisme yang dapat melemahkan semangat persaudaraan dan persatuan Bangsa harus ditiadakan sampai ke akar-akarnya.
 
Berhasilnya perjuangan bangsa Indonesia di dalam usaha mencapai, membela, menegakkan dan mengisi kemerdekaannya adalah karena adanya persatuan yang dijiwai semangat persaudaraan di antara semua warga bangsa Indonesia. Persatuan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi bangsa Indonesia yang bersuku-suku dan menempati pulau-pulau yang tersebar luas.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan Bangsa dengan mencegah atau mengatasi berbagai bentuk pemenuhan kepentingan pribadi, suku, daerah dan golongan yang dapat merusak persaudaraan dan persatuan bangsa.
Butir kelima
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa kemerdekaan adalah jembatan emas, melalui mana bangsa Indonesia dapat mengisi kemerdekaannya dengan pembangunan di segala bidang untuk mencapai kemajuan yang setara dengan kemajuan bangsa-bangsa lain di negara-negara maju. Segala hal yang menghambat, mengganggu dan mengancam upaya untuk mengejar kemajuan harus diatasi.
Kemajuan yang harus dikejar dan dicapai adalah kemajuan yang memberikan kekondusifan bagi pengamalan nilai-nilai moral, sosial, kultural dan agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat maupun bagi terwujudnya kesejahteraan sosial yang adil dan merata kepada seluruh bangsa Indonesia.
Kemajuan itu harus tetap berakar pada kepribadian Indonesia, yang berarti tetap berjatidiri Indonesia. Kepribadian dan jatidiri Indonesia itu sendiri harus tetap berakar pada budaya, tradisi dan adat-istiadat serta nilai-nilai moral, sosial, kultural dan agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Kemajuan dan kepribadian Indonesia merupakan satu kesatuan terpadu.
Dalam kerangka kemajuan yang dapat dicapai, kepribadian Indonesia harus dipelihara, dipertahankan dan dilestarikan. Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi pejuang yang terus-menerus mengejar kemajuan agar dengan itu ia dapat memberikan karya positif bagi kemajuan bangsa dan negaranya.
Tetapi dalam upaya mengejar kemajuan itu, ia harus tetap mempertahankan dan melestarikan kepribadian Indonesia. Dengan perkataan lain, kemajuan-kemajuan yang dicapai harus tetap berakar pada kepribadian Indonesia, sehingga kemajuan-kemajuan itu akan tetap berjatidiri Indonesia.
Butir keenam
Pesilat Insonesia harus menyadari bahwa kebenaran, kejujuran dan keadilan merupakan kondisi dasar yang memungkinkan terlaksananya berbagai upaya kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan dengan baik. Dalam kaitan itu, untuk mewujudkan tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara, setiap unsur bangsa harus menegakkan atau membudayakan kebenaran, kejujuran dan keadilan pada dirinya sendiri dan setelah itu dilanjutkan dengan memasyarakatkan dan membudayakannya seluas-luasnya dan merata ke semua unsur bangsa di seluruh wilayah negara.
Seiring dengan itu, segala bentuk upaya yang menyangkut masyarakat, bangsa dan negara harus dilakukan dengan benar, jujur dan adil. Hasil-hasil yang dicapai dengan upaya itu pun juga harus didistribusikan dengan benar, jujur dan adil. Apabila tidak demikian, akan terjadi keresahan, kegelisahan, kecemburuan dan kecurigaan sosial, yang pada gilirannya akan menimbulkan gejolak sosial, konflik sosial, keributan sosial, kekerasan sosial dan lain-lain sejenisnya yang mengganggu stabilitas nasional dan melemahkan Ketahanan Nasional.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang senantiasa dan terus berusaha menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan. Menegakkan berarti mewujudkan menjadi kenyataan. Hal ini tidak mudah. Karena itu, penegakan kebenaran, kejujuran dan keadilan harus dimulai dari diri sendiri, yang berarti setiap kata yang dikeluarkan dan perbuatan yang dilakukan harus benar, jujur dan adil, bukan bagi dirinya sendiri saja tetapi juga bagi orang lain.

Butir ketujuh
Pesilat Indonesia harus menyadari bahwa cobaan dan godaan yang bermacam-macam bentuknya merupakan kendala utama yang dapat menggagalkan keberhasilan manusia dalam upaya untuk mencapai tujuan atau cita-citanya, serta dapat meniadakan kemauan dan kemampuan. Cobaan dan godaan yang tidak teratasi akan melemahkan bahkan meniadakan daya pengendalian diri dan pada gilirannya dapat menjatuhkan atau menurunkan martabat diri.
Karena itu, setiap unsur bangsa harus senantiasa tahan-uji dalam menghadapi cobaan dan godaan. Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berdisiplin, mengendalikan diri serta menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan, dapat menguatkan ketahanujian manusia dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan. Ketahanujian semua unsur bangsa yang kuat akan memberikan kekondusifan bagi suksesnya upaya untuk mewujudkan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pesilat Indonesia berkewajiban untuk menjadi kesatria yang selalu tahan uji, yakni tanggap (cepat mengetahui), tangguh (ulet dan berkemampuan) sera tanggon (tegar tak tergoyahkan) dalam menghadapi setiap cobaan dan godaan, apapun bentuknya dan dari manapun datangnya. Hal itu akan dapat terwujud apabila Pesilat Indonesia selalu meneguhkan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meluhurkan budi pekertinya serta memperkuat disiplin dan daya pengendalian dirinya.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Dari keseluruhan penjelasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai berikut :
  1. “Prasetya Pesilat Indonesia” adalah pernyataan janji Pesilat Indonesia kepada dirinya sendiri untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di NKRI. Pernyataan janji tersebut adalah dalam kedudukannya sebagai warga negara, sebagai pejuang dan sebagai kesatria. Sebagai warga negara ia wajib memenuhi kewajiban-kewajiban kebangsaan dan kenegaraannya. Sebagai pejuang ia wajib meneruskan perjuangan generasi pendahulunya dalam rangka menegakkan dan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebagai kesatria ia wajib berdisiplin serta bertindak konsisten, konsekuen dan penuh rasa tanggungjawab dalam memenuhi kewajiban-kewajiban sosial dan nasionalnya maupun dalam meneruskan perjuangan generasi pendahulunya 
  2. Substansi “Prasetya Pesilat Indonesia” yang dihayati dengan baik dan benar dapat membentuk semangat kebangsaan dan ahlak yang berguna dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  3. Pengamalan “Prasetya Pesilat Indonesia” yang persisten, konsisten dan konsekuen akan memperkuat jiwa korsa dan semangat persatuan Pesilat Indonesia serta membuat Pesilat Indonesia dan korsanya mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam upaya-upaya untuk mewujudkan tercapainya tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikian penjelasan singkat mengenai “Prasetya Pesilat Indonesia”. Semoga penjelasan ini dapat membuat Pesilat Indonesia semakin menghayati keseluruhan substansi yang terkandung dalam “Prasetya Pesilat Indonesia” serta semakin mampu untuk mengamalkannya secara persisten, konsisten dan konsekuen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar